Kisah Mush'ab bin Umair (3)


Di Madinah Mush'ab tinggal sebagai tamu di rumah As'ad bin Zararah. Dengan didampingi As'ad, ia pergi mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan, untuk membacakan ayat-ayat kitab suci dari Allah, menyampaikan kalimatullah "Bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa" secara hati-hati.

Pernah ia menghadapi beberap peristiwa yang mengancam keselamatan diri serta sahabatnya, yang nyaris celaka kalau tidak dengan pertolongan Allah swt. yang telah memberikan kecerdasan dan kebesaran jiwa pada diri Mush'ab. Suatu hari, ketika ia sedang memberikan petuah kepada orang-orang, tiba-tiba disergap oleh Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong Mush'ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid, menyaksikan Mush'ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya dari agama mereka, serta mengemukakan Tuhan Yang Maha Esa yang belum pernah mereka kenal dan dengar sebelum itu. Padahal menurut anggapan Usaid, Tuhan-Tuhan mereka yang bersimpuh lena di tempatnya masing-masing mudah dihubungi secara langsung. Jika seseorang memerlukan salah satu di antaranya, tentulah ia akan mengetahui tempatnya dan segera pergi mengunjunginya untuk memaparkan kesulitan serta menyampaikan permohonan. Demikianlah yang tergambar dan terbayang dalam pikiran suku Abdul Asyhal. Tetapi Tuhannya Muhammad yang diserukan beribadah kepada-Nya oleh Mush'ab yang datang kepada mereka itu, tiadalah yang mengetahui tempatnya dan tak seorang pun yang dapat melihatnya.

Melihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api yang sedang berkobar kepada orang-orang Islam yang duduk bersama Mush'ab, mereka pun merasa kecut dan takut. Tetapi Mush'ab sang duta pertama Islam tetap tenang dengar air muka yang tidak berubah. Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush'ab dan As'ad bin Zararah, seraya berkata : "Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini, apakah hendak membodohi rakyat kecil kami ? Tinggalkan segera tempat ini, jika tak ingin segera nyawa kalian melayang!. Mush'ab bin Umair berkata, "Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya andainya anda menyukai nanti, andan dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!"

Sebenarnya Usaid adalah seorang yang pandai dan berpikiran sehat. Dan sekarang ini ia diajak oleh Mush'ab untuk berbicara dan meminta pertimbangan kepada hati nuraninya sendiri. Mush'ab hanya meminta agar Usaid bersedia untuk mendengar apa yang akan disampaikan oleh Mush'ab, jika ia menyetujui, ia akan membiarkan Mush'ab dan jika tidak, maka Mush'ab berjanji akan meninggalkan kampung dan penduduk kabilah Abdul Asyhal untuk mencari tempat lain. Akhirnya Mush'ab duduk dan meletakkan lembingnya ke tanah untuk mendengarkan. Mush'ab kemudian membacakan ayat-ayat Al-Quran dan menguraikan dakwah yang dibawah oleh Nabi Muhammad Saw, maka dada Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya, beralun berirama mengikuti naik turunnya suara serta meresapi keindahan ayat-ayat Al-Qur'an yang disampaikan oleh Mush'ab bin Umair.

Belum lagi Mush'ab selesai dari uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya: "Alangkah indah dan benarnya ucapan itu! Dan apakah yang harus dilakukan oleh orang yang hendak masuk agama ini?" Maka sebagai jawabannya gemuruhlah suara tahlil serempak seakan hendak menggoncangkan bumi. Kemudian Mush'ab berkata: "Hendaklah ia mensucikan diri dari pakaian dan badannya, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq di ibadahi melainkan Allah". Kemudian Usaid meninggalkan mereka dan kembali lagi sambil memeras air dari rambutnya, lalu ia berdiri sambil mengatakan pengakuannya bahwa tiada Tuhan yang haq diibadahi melainkan Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah.

Secepatnya berita itupun tersebar luas. KeIslaman Usaid disusul oleh kehadiran Sa'ad bin Mu'adz dan setelah mendengar penyampaian Mush'ab, Sa'ad bin Mu'adz merasa puas dan masuk Islam pula. Langkah ini disusul pula oleh Sa'ad bin 'Ubadah. Dengan keislaman tiga orang ini, berarti selesailah persoalan dengan berbagai suku yang ada di Madinah. Penduduk Madinah saling berdatangan dan bertanya-tanya sesama mereka: "Jika Usaid bin Hudlair, Sa'ad bin 'Ubadah, dan Sa'ad bin Mu'adz telah masuk Islam, apalagi kita tunggu. Ayolah kita pergi kepada Mush'ab dan beriman bersamanya! Kata orang, kebenaran itu terpancar dari celah-celah giginya!"

Halaman 1 2 3


  • Bersambung....

  • Post a Comment

    0 Comments